Sabtu, 12 Juli 2014

Resensi: Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membeci Angin

Dia bagai malaikat bagi keluarga kami. Merengkuh aku, adikku, dan Ibu dari kehidupan jalanan yang miskin dan nestapa. Memberikan makanan, tempat berteduh, sekolah dan janji masa depan yang lebih baik.
Dia sungguh bagai malaikat bagi keluarga kami. Memberikan kasih sayang, perhatian, dan teladan tanpa mengharap budi sekalipun. Dan lihatlah, aku membalas itu semua dengan membiarkan mekar perasaan ini.
Ibu benar, tak layak aku mencintai malaikat keluarga kami. Tak pantas. Maafkan aku, Ibu. Perasaan kagum, terpesona, atau entahlah itu muncul tak tertahankan bahkan sejak rambutku masih dikepang dua.
Sekarang, ketika aku tahu dia boleh jadi tidak pernah menganggapku lebih dari seorang adik yang tidak tahu diri, biarlah... biarlah aku luruh ke bumi seperti sehelai daun... daun yang tak pernah membenci angin meski harus terenggutkan dari tangkai pohonnya.


Novel dengan tebal halaman sebanyak 256 ini adalah terbitan dari PT. Gramedia Pustaka Utama, pengarangnya seorang bernama Tere Liye –Darwis Tere Liye. Untuk harga gw gatau berapa hihi karena novel ini gw pinjem dari mba Rahma hihi. Ceritanya bagus banget, menyentuh. Alur ceritanya maju, mundur. Sudut pandang yang dibuat penulis adalah sudut pandang orang pertama –aku. Menurut gw gaya bahasanya agak ‘berat’ tapi gw masih bisa mencerna setiap kalimat yang ditulis kok. :p 
Peran utamanya adalah Tania, gadis usia 11 tahun yang dipertemukan dengan ‘malaikatnya’ Kak Danar. Tania hidup dengan Ibu dan satu adiknya, Dede. Setelah kak Danar masuk kedalam hidupnya, hidupnya 180 derajat berubah, ka Danar membantu untuk membiayai sekolah Tania dan Adiknya, setiap minggu datang menengok, mengajak mereka ke toko buku dan tempat lain. Hingga satu hari Ibunya harus pergi untuk selamanya. Disitu perjuangannya. Tania di terima sekolah di Singapura karena beasiswa yang diajukannya lolos seleksi. Hari hari terus berlalu, hingga Tania lulus sekolah dasar, dan dia pun mendapat kursi di salah satu sekolah menengah pertama disana. Ka anar lah yang mendorong agar Tania mau melanjutkan sekolahnya,hingga di bangku menengah atas. Dede, nasib Dede gimana ditinggal kaka satu2nya itu?? Iya tetap di ‘rawat’ oleh ka Danar, sama seperti Tania. Tania semakin dewasa,dan disini lah tumbuh perasaan yang dirasanya tidak harus tumbuh untuk ka Danar. Hmm.

Yaa segitu aja yaa resensinya, lanjutannya kalian harus baca, harus!!
Ada kutipan lagi nih, sederet kalimat yang bagus banget:
“Ketahuilah, Daun yang jatuh tak pernah membenci angin... Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya.”
“Bahwa hidup harus menerima... penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti... pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami... pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, dan pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan.”
“Tak ada yang perlu ditakuti. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawanya pergi entah kemana.”

Itulah sedikit resensi yang gw bikin, semoga makin penasaran dan beli novelnya yaaa. Makasi buat penulisnya –Tere Liye, bukunya memotivasi banget, keren. Apalagi sama kalimat itu :)

sumber:
Tere Liye, Darwis. Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin. 2013. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar